Menyalakan Efisiensi
- Dhonny Suwazan

- 20 Jul
- 4 menit membaca
Diperbarui: 27 Jul
STUDI KASUS – Operasi smelter nikel di Indonesia ini menggunakan Lean Transformation Framework untuk mengoptimalkan inspeksi furnace dan meminimalisir keterlambatan.
Dalam dunia smelter nikel yang bergerak cepat, di mana setiap detik sangat berharga, menjaga kelancaran dan kesinambungan operasi sangat penting untuk efisiensi dan efektivitas biaya. Proses smelter, yang mengubah bahan mentah menjadi nikel murni melalui panas tinggi dan reaksi kimia, mengharuskan furnace beroperasi secara terus-menerus dengan gangguan seminimal mungkin. Setiap keterlambatan atau penghentian tak terduga dapat menyebabkan kerugian produksi yang signifikan, serta biaya finansial dan inefisiensi operasional yang besar.
Namun, prosedur inspeksi furnace, meskipun penting untuk mendeteksi dan mencegah masalah, sering kali memerlukan penghentian sementara yang memperlambat produksi. Secara tradisional, inspeksi ini memakan waktu 30 hingga 40 menit, di mana operasi harus dihentikan, berdampak pada output dan meningkatkan biaya. Meskipun inspeksi ini penting demi keselamatan dan pengendalian mutu, ada kebutuhan mendesak untuk mengoptimalkannya tanpa mengorbankan efektivitas.
Untuk mengatasi tantangan ini, tim lintas fungsi menerapkan Lean Transformation Framework, dengan fokus mengurangi keterlambatan akibat proses inspeksi yang tidak efisien. Dengan menghilangkan pemborosan, memperbaiki alur kerja, dan menyederhanakan prosedur, tim berhasil mengurangi waktu inspeksi secara signifikan dan meminimalkan waktu henti furnace, sehingga meningkatkan produktivitas dan ketahanan operasi.
Mari kita lihat perubahan berbasis Lean ini berdasarkan lima pertanyaan dalam kerangka tersebut.
Masalah apa yang ingin kita selesaikan?
Mengurangi keterlambatan dalam operasi smelter nikel memerlukan pendekatan terstruktur untuk meningkatkan efisiensi inspeksi dan meminimalkan waktu henti. Smelter nikel adalah proses berkelanjutan dengan suhu tinggi, di mana calcine (konsentrat bijih nikel) dipanaskan untuk memisahkan kotoran. Proses ini menghasilkan slag (limbah) dan menyisakan matte yang kaya nikel untuk pemurnian lebih lanjut.
Karena furnace harus berjalan tanpa henti, setiap masalah yang tidak terdeteksi bisa berkembang menjadi kerusakan besar, yang berujung pada penghentian darurat dan kerugian produksi. Inspeksi rutin membantu mendeteksi kegagalan potensial lebih awal dan mencegah gangguan yang mahal. Namun, metode inspeksi tradisional menyita waktu, karena operator harus menghentikan produksi cukup lama.
Rata-rata, setiap inspeksi berlangsung sekitar 34 menit. Jika dikalikan dengan jumlah shift dan furnace, hasilnya adalah kehilangan produktivitas yang signifikan. Tujuannya adalah mengoptimalkan proses ini dan menurunkan total waktu inspeksi menjadi 20 menit, tetap menjamin deteksi masalah secara dini sekaligus meminimalkan waktu henti operasional.
Apa pekerjaannya dan bagaimana kita meningkatkannya?
Untuk meningkatkan efisiensi, dilakukan studi gerak dan waktu menggunakan bagan Ka-Te-U, alat yang digunakan untuk menganalisis proses kerja. Studi ini mengelompokkan tugas menjadi tiga kategori:
Aktivitas bernilai tambah (tugas esensial yang langsung mendukung proses inspeksi)
Aktivitas tidak bernilai tambah (langkah-langkah yang tidak memberi manfaat nyata)
Conveyance (waktu yang dihabiskan untuk perpindahan dan transisi antar tugas)
Studi ini mengungkap berbagai peluang perbaikan, yang kemudian diterapkan melalui prinsip ERACS (Eliminate, Reduce, Automate, Combine, Simplify), antara lain:
Menghapus langkah yang berulang dalam alur inspeksi
Menggabungkan tugas yang serupa untuk menghindari pengulangan
Melakukan beberapa proses secara bersamaan untuk meningkatkan produktivitas
Salah satu strategi paling efektif adalah distribusi peran lintas lantai. Dengan memungkinkan pemrosesan paralel, anggota tim dapat menyelesaikan beberapa tugas sekaligus, mempercepat keseluruhan proses inspeksi. Selain itu, memastikan ketersediaan spare part penting seperti rod bar secara langsung menghilangkan keterlambatan akibat menunggu pengganti.
Bagaimana kita mengembangkan kapabilitas kita?
Panduan inspeksi kerja standar disusun untuk menetapkan proses langkah demi langkah yang jelas bagi setiap anggota tim. Panduan ini mencakup pembagian peran dan tanggung jawab, daftar pengecekan peralatan sebelum inspeksi, dan protokol dokumentasi foto untuk menjamin konsistensi pelaporan.
Dengan menerapkan kerja standar, kualitas inspeksi tetap konsisten dan tim dapat bekerja lebih efisien. Selain itu, operator mendapatkan pelatihan khusus terkait prinsip lean dan protokol inspeksi. Pelatihan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat budaya perbaikan berkelanjutan, di mana karyawan secara aktif mencari cara untuk meningkatkan proses.
Sistem manajemen dan perilaku kepemimpinan seperti apa yang kita perlukan?
Untuk menjaga keberlanjutan perbaikan, diterapkan sistem manajemen bertingkat yang dikenal sebagai Konsep Bawang (Onion Concept). Sistem ini memberikan pengawasan terstruktur agar efisiensi inspeksi tetap menjadi prioritas di semua tingkatan organisasi.
Elemen utama sistem ini meliputi:
Pengawasan rutin dari manajer langsung untuk memastikan kepatuhan terhadap proses baru
Gemba walk reguler, di mana para pemimpin mengikuti prinsip "Pergi Lihat, Tanya Kenapa, dan Tunjukkan Rasa Hormat" untuk mengidentifikasi inefisiensi dan masalah proses
Pertemuan tinjauan teknis, di mana tim mendiskusikan tantangan dan mengusulkan solusi, menumbuhkan budaya perbaikan berkelanjutan dan akuntabilitas
Apa pola pikir dasar kita?
Perubahan pola pikir utama dalam pendekatan ini adalah pergeseran dari pemeliharaan reaktif ke pemeliharaan proaktif. Alih-alih menunggu kegagalan terjadi, proses inspeksi baru mendeteksi masalah lebih awal, memungkinkan tim untuk menanganinya sebelum menyebabkan gangguan besar.
Keuntungan utama pendekatan ini meliputi:
Inspeksi yang lebih cepat tanpa mengorbankan akurasi
Deteksi dini masalah furnace, mencegah kerusakan besar
Pelaksanaan tugas secara bersamaan, meningkatkan efisiensi secara keseluruhan
Perbaikan ini telah mengubah operasi smelter nikel, menjadikannya lebih cepat, andal, dan lebih tangguh dalam menghadapi tantangan.
Masa Depan Inspeksi Furnace
Dengan menerapkan Lean Transformation Framework (LTF), tim berhasil menemukan cara baru yang lebih efisien dan ramping dalam mengelola operasi smelter nikel. Melalui optimalisasi proses kerja, pengembangan keterampilan yang tepat sasaran, dan strategi pemeliharaan proaktif, keterlambatan furnace berhasil dikurangi secara signifikan, memastikan produksi berjalan pada efisiensi puncak.
Pendekatan ini juga memperkuat komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, di mana tim diberdayakan untuk menantang inefisiensi dan mendorong inovasi. Dengan menghilangkan pemborosan dan fokus pada pekerjaan yang bernilai, peningkatan ini tidak hanya mengurangi keterlambatan operasional tetapi juga memperkuat kemampuan perusahaan dalam beradaptasi cepat terhadap tantangan di masa depan.
Pada akhirnya, inovasi-inovasi ini memastikan bahwa operasi smelter nikel menjadi lebih cepat, aman, dan efisien – memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan sekaligus mempertahankan sistem produksi yang tangguh dan hemat biaya.
Penulis:
Fikran Sahid - Process Engineer at PT Vale Indonesia
Teuku Mirwan S - Senior Lean Coach at Lean Institute Indonesia
Dhonny Suwazan - Lean Coach at Lean Institute Indonesia












Komentar